RISALAH PERUMUSAN ALAT BUKTI DAN KELEMAHAN PEMBUKTIAN DALAM KEJAHATAN SEKSUAL NONFISIK

Pasal 5 UU No. No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

  • Filemon Halawa Universitas Internasional Batam
  • Thomas Arisman Halawa Universitas Riau Kepulauan
Keywords: Sexual Crimes, Proof, Due Process of Law, Due Process Model

Abstract

Kejahatan seksual baik secara fisik maupun nonfisik bisa saja terjadi dan dialami korbannya dengan tidak mengenal waktu dan jenis kelamin. Lahirnya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi kabar menggembirakan khususnya dari kalangan para aktivis yang konsen khusus pada kejahatan yang dialami korban perempuan dan anak. Dalam praktiknya, membuktikan kejahatan seksual secara fisik kemungkinan besar sangat mudah bagi korbannya menyajikan alat bukti di hadapan aparat penegak hukum (APH). Namun yang menjadi soal adalah pembuktian kejahatan seksual nonfisik. Agak rumit rasanya jika pembuktian kejahatan seksual nonfisik tidak dilakukan dengan proses yang benar. Karena membuktikan kejahatan seksual nonfisik tidak segampang membalikkan telapak tangan. Karena kejahatan seksual nonfisik selain harus dibuktikan dengan fakta hukum pengakuan sepihak dari korban juga harus didukung dengan alat bukti lain sebagaimana ketentuan pasal 184 KUHAP serta teori pembuktian dalam hukum pidana. Oleh karenanya, untuk menjawab tantangan di atas dalam karya tulis ini mengkaji lebih dalam tentang perumusan alat bukti dan kelemahan pembuktian dalam kejahatan nonfisik dengan menggunakan teori metode Due Process of Law dan Due Process Model sebagai pisau analisis.

References

BatamNews. (2019, November 28). batamnews.co.id. Retrieved April 13, 2023, from Batam News: https://www.batamnews.co.id.

Chazawi, A. (2019). Kemahiran & Ketrampilan Praktik Hukum Pidana (Revisi ed.). Malang: MNC Publishing.

CNN Indonesia. (2023, Januari 28). Retrieved April 12, 2023, from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230127173509-20-905780/kemenpppa-ri-darurat-kekerasan-seksual-anak-9588-kasus-selama-2022

Hamzah, A. (2011). Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP. Jakarta: Universitas Trisakti.

Hamzah, A. (2020). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia & Perkembangannya. Medan: PT. Sofmedia.

Hamzah, C. M. (2014). Penjelasan Hukum Tentang Buktian Permulaan Yang Cukup. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).

Irwanysah. (2020). Penelitian Hukum (Pilihan Metode & Parktik Penulisan Artikel). (A. Yunus, Ed.) Yogyakarta: Mirra Buana Media.

Makarao, M. T., & Suhasril. (2019). Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mertokusumo, S. (2014). Teori Hukum (Edisi Revisi ed.). Cahaya Atma Pustaka: Yogyakarta.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 Tahun 2016 tentang Administrasi Penyidikan dan Penindakan Tindak Pidana Di Bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronika.

Pratama, M. A. (2017). Eksistensi Hasil Uji Forensik Digital Dalam Sistem. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Rahardjo, S. (2020). Sosiologi Hukum (Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah). Yogyakarta: Genta Publishing.

Salman, H. R. (2009). Filsafat Hukum (Perkembangan & Dinamika Masalah). Bandung: PT. Refika Aditama.

Santoso, T. (2020). Hukum Pidana Suatu Pengantar. Depok: Rajawali Pers.

Santoso, T., & Eva Achjani Zulfa. (2010). Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Siahaan, M. (2017). Falsafah dan Filosofi Hukum Acara Pidana. Jakarta: PT. Grasindo.

Takariawan, A. (2019). Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana di Indonesia. Bandung: Pustaka Reka Cipta (PRC).

UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Published
2023-08-30
How to Cite
Halawa, F., & Halawa, T. A. (2023). RISALAH PERUMUSAN ALAT BUKTI DAN KELEMAHAN PEMBUKTIAN DALAM KEJAHATAN SEKSUAL NONFISIK. JURNAL PANAH KEADILAN, 2(2), 16-27. https://doi.org/10.57094/jpk.v2i2.855